Oleh: Edi Arham, S.Pi., M.Pd.
Guru
SD Negeri Lalowata, Kec. Latoma, Konawe, Sulawesi Tenggara
Pendahuluan
Pancasila
merupakan dasar negara yang wajib menjadi kausa dari seluruh sumber hukum di
Indonesia. Sebagai falsafah bangsa, Pancasila idealnya menjadi pedoman
penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara karena nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya lahir dari kultur Bhinneka Tunggal Ika yang
luhur dan mulia. Keluhuran nilai-nilai Pancasila harus ditanamkan sejak dini
dan berkelanjutan agar mengakar dan menjadi kepribadian seluruh masyarakat
Indonesia. Selain itu, sisi lain dari perkembangan zaman dan globalisasi dapat
menggeser dan menggerus norma dan kultur yang berlaku di tengah masyarakat,
termasuk nilai-nilai pancasila yang telah lama menjadi pedoman dan pemersatu
bangsa indonesia.
Mengamalkan
Pancasila secara utuh menjadi upaya nyata menciptakan kehidupan yang
berketuhanan, berperikamanusiaan, bersatu, berkerakyatan, dan berkeadilan. Untuk
itu dibutuhkan upaya serius dalam menanamkan nilai-nilai pancasila sejak dini
dan berkelanjutan. Salah satunya dapat dilakukan oleh guru melalui aktivitas pembelajaran
di kelas maupun di luar kelas. Tugas tersebut tidak hanya menjadi tugas guru
yang mengajar mata pelajaran PPKn atau materi yang berhubungan dengan
Pancasila, tetapi semua guru dapat mengambil peran di dalamnya. Hal ini tidak
terlepas dari nilai-nilai Pancasila itu sendiri yang merupakan norma dan kultur
yang berasal dari kebiasaan positif masyarakat Indonesia. Oleh karena menjadi
kebiasaan, nilai-nilai Pancasila mudah diintegrasikan ke dalam mata pelajaran
atau materi pelajaran apa saja. Hanya saja dalam implementasinya dibutuhkan
niat dan strategi yang tepat dan efektif. Ibarat gula yang bisa dimasukkan ke dalam
berbagai minuman, Pancasila dapat diintegrasikan ke dalam mata pelajaran atau
materi pelajaran apapun. Namun, berapa kadar dan bagaimana cara mengintegrasikannya?
Masing-masing gurulah yang mengatur agar seimbang dan efektif.
Mengintegrasikan
nilai-nilai Pancasila ke dalam pembelajaran seyogianya tidak mengejar pencapaian aspek kognitif
(pengetahuan) semata, tetapi yang lebih penting adalah pencapaian aspek afektif
(sikap) dan psikomotorik (keterampilan) yang tercermin dalam pengamalan atau
implementasi. Bila membandingkan antara pembelajaran yang dilakukan di dalam
kelas dengan di luar kelas, pencapaian aspek afektif dan psikomotorik akan
lebih mudah tercapai apabila pembelajaran dilakukan di luar kelas. Dengan
demikian, di masa pandemi Corona Virus Disease 19 (Covid-19) sekarang ini menjadi
momen yang tepat dalam mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila ke dalam
pembelajaran, khususnya bagi guru yang berada di daerah 3T (tertinggal,
terdepan, dan terluar). Akibat Covid-19 dan ketiadaan akses internet, guru dituntut
melakukan pembelajaran luring (luar jaringan) dengan cara mengunjungi siswa di rumahnya
atau di mana saja siswa itu berada. Saat berkunjung itulah, guru harus bisa
beradaptasi dengan kondisi siswa dan lingkungan sekitarnya. Demikian pula
pembelajaran yang akan dilakukan, sedapat mungkin mata pelajaran, materi
pembelajaran, dan aktivitas pembelajaran menyesuaikan kondisi siswa saat itu. Keadaan
dan lingkungan sekitar siswa harus bisa dijadikan sebagai pendukung
pembelajaran.
Menyesuaikan
mata pelajaran, materi pembelajaran, dan aktivitas pembelajaran dengan kondisi
siswa dan lingkungan sekitar rumahnya, awalnya mungkin akan terasa berat bagi
guru. Hal ini tidak terlepas dari prevalensi guru yang terbiasa melaksanakan
aktivitas pembelajaran yang terencana dan terukur. Namun, seiring berjalannya
waktu, pembelajaran yang oleh penulis diberi nama “pembelajaran dinamis
kontekstual” akan terasa ringan dan menyenangkan bagi guru dan siswa. Selain
menyenangkan, pembelajaran dinamis kontekstual yang telah diimplementasikan
oleh penulis dan guru-guru di SD Negeri Lalowata sangat mendukung pembelajaran
berbasis STEAM (Science/sains, Technology/teknologi, Engineering/teknik,
Arts/seni dan Mathematics/matematika). Selanjutnya, penulis yang
berstatus sebagai guru di daerah 3T mengintegrasikan dua muatan lain yaitu Ecology/lingkungan
dan Character/karakter sehingga STEAM menjadi STEAMEC. Penambahan muatan
lingkungan dan karakter didasari oleh ancaman kelestarian lingkungan dan krisis
karakter yang terjadi di tengah masyarakat. Kedua ancaman tersebut tanpa
disadari sangat dipengaruhi oleh sejauh mana masyarakat mengamalkan nilai-nilai
Pancasila.
Strategi
Pembelajaran Dinamis Kontekstual pada masa pandemi Covid-19
Tanggal
2 Maret 2020, pandemi Covid-19 terdeteksi mulai mewabah di Indonesia. Dua warga
negara Indonesia terkonfirmasi terpapar Covid-19. Dampak yang ditimbulkan oleh
pandemi Covid-19 sangat luas dan signifikan ke seluruh aspek kehidupan. Salah
satu sektor yang paling terdampak adalah bidang pendidikan. Untuk menghindarkan
warga di satuan pendidikan dari paparan Covid-19, pada tanggal 9 Maret pemerintah
melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Surat Edaran Nomor 3
Tahun 2020 Tentang Pencegarhan Covid-19 pada Satuan Pendidikan. Melihat jumlah
penyebaran Covid-19 yang semakin meningkat, pada tanggal 24 Maret, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan kembali mengeluarkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020
Tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19.
Dalam surat edaran itu, pemerintah memberhentikan aktivitas pembelajaran di
sekolah dan menginstruksikan dimulainya pelaksanaan pembelajaran jarak jauh
(PJJ). Pemerintah menganjurkan guru dan siswa melakukan aktivitas pembelajaran
dari rumah melalui jaringan internet atau dalam jaringan (daring). Namun,
pembelajaran daring tersebut tidak dapat dilaksanakan di daerah 3T karena tidak tersedianya fasilitas internet.
Tidak
tersedianya jaringan internet di daerah 3T sangat mempengaruhi keberlanjutan
pembelajaran yang dilakukan guru dan siswa. Pemerintah termasuk guru-guru di
daerah 3T berupaya mencari cara pembelajaran yang tepat agar siswa tetap
mendapat hak untuk belajar. Upaya pencegahana penularan Covid-19 melalui pembatasan
sosial yang dilanjutkan dengan pembatasan fisk menjadi pertimbangan dalam
memilih cara pembelajaran. Salah satu cara pembelajaran yang dinilai paling minim
resiko, tidak mengumpulkan siswa dalam
jumlah banyak, dan dinilai efektif yaitu guru mengunjungi siswa di rumahnya
atau disebut program guru kunjung. Hanya saja dalam pelaksanaannya, program
guru kunjung menemui beberapa kendala sehingga dibutuhkan strategi yang tepat
agar program guru kunjung benar-benar efektif dilaksanakan.
Kendala-kendala
yang dihadapi guru dalam program kunjung tidak terlepas dari kondisi geografis,
ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat di daerah 3T. Kendala yang dimaksud: (1)
Jarak dan sebaran rumah siswa berjauhan dan heterogen; (2) Perbandingan jumlah
guru dengan keragaman kondisi siswa tidak seimbang: dan (3) Kebiasaan orang tau
siswa yang melibatkan anaknya dalam usaha pemenuhan kebutuhan ekonomi. Untuk
menanggulangi kendala-kendala tersebut, guru dituntut melakukan pembelajaran
yang dinamis, tidak terikat pada prosedur tetap (protap) seperti pada
pembelajaran normal di kelas.
Jarak
dan sebaran rumah siswa di daerah 3T berjauhan dan heterogen. Untuk itu dalam
satu kali kunjungan, guru harus bisa memberikan pembelajaran kepada siapa saja
siswa yang ditemui dalam jalur perjalanannya. Tidak hanya siswa yang menjadi
perwaliannya atau setingkat dengan perwaliannya. Demikian pula dengan guru lain
yang berkunjung pada jalur perjalanan berbeda, memberikan pembelajaran kepada
siswa yang dia temui. Hal ini untuk mengefektifkan waktu dan tenaga dalam
sekali perjalanan. Bila guru hanya fokus pada siswa perwaliannya tentu akan
terasa berat karena rumah masing-masing perwaliannya tersebar di jalur yang
berbeda. Selain itu, beberapa siswa tidak akan mendapat pelajaran atau memerlukan
waktu cukup lama untuk mendapat pembelajaran kembali karena harus menunggu giliran
lagi. Dengan cara ini, kendala tidak seimbangnya perbandingan jumlah guru
dengan keragaman kondisi siswa, juga dapat ditanggulangi karena antara satu
guru dengan guru lainnya saling mengisi dan mengajar siswa perwalian guru lainnya.
Kebiasaan
orang tau siswa yang melibatkan anaknya dalam usaha pemenuhan kebutuhan ekonomi
juga menjadi kendala. Siswa terkadang dilibatkan bekerja di kebun,, ladang, dan
hutan sehingga saat guru berkunjung, siswa tidak berada di rumah. Untuk itu
guru harus lebih dinamis menghadapi masalah ini. Guru dituntut mampu memberikan
pelajaran di mana saja siswa itu berada. Bahkan ketika guru menemui siswanya
sedang bermain bersama teman-temannya di suatu tempat, maka dia dapat melakukan
pembelajaran di tempat tersebut. Guru tidak mengajak siswa pulang ke rumahnya
untuk belajar, tetapi langsung memberikan pembelajaran secara berkelompok. Mata
pelajaran, materi pelajaran, dan tingkatan kelas tidak menjadi pertimbangan
utama. Guru hanya melihat aktivitas dan lingkungan sekitar siswa yang
kemungkinan dapat digunakan sebagai pendukung pembelajaran saat itu. Dapat pula
menghubungkan materi pelajaran yang diberikan dengan situasi saat itu. Tujuannya
agar seluruh siswa yang ada dapat memperoleh hak belajar, pembelajaran yang diterima lebih kontekstual,
dan mudah memahami pembelajaran diberikan.
Seperti
telah disebutkan sebelumnya, pembelajaran dinamis kontekstual akan terasa berat
di awal-awal pelaksanaan. Hal ini disebabkan oleh syarat: guru harus menguasai
dan memahami garis-garis besar materi pelajaran yang ada di sekolah dasar,
mulai kelas 1 sampai kelas 6. Paling tidak, guru mengetahui dan membedakan kelompok
kompetensi dasar esensial kelas rendah (kelas 1, 2 dan 3) dengan kelompok
kompetensi dasar esensial kelas atas (kelas 4, 5 dan 6). Bila syarat tersebut
belum bisa dipenuhi, dapat pula dilakukan dengan cara memberikan materi pelajaran
yang bersifat umum termasuk menanamkan pemahaman dan praktik pengamalan
nilai-nilai pancasila. Namun, pelajaran umum ataupun nilai-nilai pancasila yang
diberikan harus tetap berhubungan dengan lingkungan sekitar siswa saat itu
(kontekstual). Selain itu, sebelum memberikan pembelajaran, guru terlebih
dahulu melakukan apersepsi agar dapat mengetahui kemampuan awal siswa terhadap
pelajaran yang akan diberikan.
Pembelajaran
Berbasis STEAMEC di Daerah 3T
Pembelajaran
berbasis STEAM (Science, Technology, Engineering, Arts dan Mathematics)
merupakan pendekatan pembelajaran yang diadopsi untuk menyiapkan siswa memiliki
keterampilan abad 21. Pemerintah menganjurkan satuan pendidikan agar melakukan
aktivitas pembelajaran berbasis STEAM agar kompetensi lulusannya memiliki
pribadi yang mandiri, berkemauan dan berkemampuan mewujudkan cita-cita bangsa,
serta mampu bersaing di era globalisasi. Ironisnya, banyak pihak termasuk
sebagian guru masih beranggapan bahwa pembelajaran yang menggunakan pendekatan
atau berbasis STEAM sulit diterapkan di daerah 3T. Hal tersebut didasari
pemikiran bahwa daerah 3T tidak terfasilitasi oleh jaringan internet bahkan
jaringan listrik sehingga tidak menunjang penggunaan media pembelajaran TIK
(teknologi informasi dan komunikasi). Seperti saat pandemi Covid-19 ini, pembelajaran
daring tidak dapat dilakukan di daerah 3T.
Selain
kendala fasilitas, guru juga merasa kesulitan mengintegrasikan kelima muatan
ilmu STEAM ke dalam pembelajaran yang berlatar ilmu sosial. Hal ini disebakan oleh
pemikiran bahwa kelima muatan ilmu yang ada dalam STEAM, semuanya harus dimasukkan
dalam setiap pembelajaran. Ditambah lagi adanya pemikiran bahwa pembelajaran
berbasis STEAM harus berorientasi produk melalui proyek yang harus diselesaikan
siswa dalam jangka waktu tertentu. Pemikiran-pemikiran
tersebut tidak sejalan dengan pendapat Hank (2019) yang menyatakan bahwa lima
basis ilmu dalam STEAM tidak harus masuk secara keseluruhan dalam pembelajaran,
tetapi dapat pula hanya mengintegrasikan sebagian muatan saja. Selain itu,
STEAM juga tidak selalu harus berorientasi produk yang mengarah pada lima
muatan dalam STEAM, tetapi lima basis ilmu tersebut dapat pula menjadi konten
pembelajaran maupun pendukung pembelajaran. Dengan demikian, pembelajaran
berbasis STEAM dapat digunakan pada mata pelajaran apapun termasuk mata
pelajaran sosial.
Selanjutnya,
bagaimana dengan posisi muatan ilmu Ecology (lingkungan) dan Charcter
(karakter)? Mengapa harus ikut diintegrasikan? Sehingga berkembang menjadi
pembelajaran berbasis STEAMEC. Pengembangan pembelajaran berbasis STEAMEC oleh
penulis didasarkan pada pertimbangan bahwa ancaman kelestarian lingkungan dan
krisis karakter menjadi isu penting yang harus dibenahi saat ini. Kelestarian
lingkungan di daerah 3T masih cukup terjaga sehingga menjadi cara tepat bila
dalam pembelajaran selalu ditanamkan ke siswa prinsip-prinsip menjaga
lingkungan agar tetap lestari. Demikian pula dengan krisis karakter yang
melanda masyarakat, sedapat mungkin dapat ditanggulangi dengan cara selalu
mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam tiap pembelajaran. Upaya menjaga
kelestarian lingkungan dan meningkatkan karakter masyarakat sangat erat
kaitannya dengan pengamalan nilai-nilai pancasila. Untuk itu sangat tepat bila
internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam pembelajaran dilakukan dengan
menggunakan pendekatan berbasis STEAMEC.
Praktik Penanaman Nilai-nilai
Pancasila dalam
Pembelajaran Dinamis
Kontekstual Berbasis STEAMEC
Menetapkan berapa jumlah nilai yang
dikandung dalam Pancasila serta apa saja bentuk pengamalannya, tentunya bukanlah
pekerjaan yang mudah. Pada masa orde baru, nilai-nilai Pancasila identik dengan
45 butir Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Namun bila dikaji
lebih dalam, nilai-nilai Pancasila tidak hanya sebatas 45 butir tersebut. Terlepas
dari jumlah dan bentuk pengamalannya yang jumlahnya tidak sedikit, penulis
berkeyakinan bahwa seluruh nilai-nilai Pancasila dapat ditanamkan ke dalam
pembelajaran. Penanaman nilai-nilai Pancasila dapat dilakukan melalui satu mata
pelajaran saja yaitu PKn maupun mata pelajaran lain atau secara tematik.
Termasuk melalui pendekatan berbasis STEAMEC, apalagi bila pembelajaran yang
dilakukan menggunakan strategi dinamis kontekstual. Sangat banyak contoh upaya
menanamkan nilai-nilai pancasila melalui pembelajaran dinamis kontekstual
berbasis STEAMEC.
Contoh
pertama melalui metode belajar sambil bermain. Ketika melakukan kunjungan dan
menemui kelompok siswa yang sedang bermain lompat tali, bermain dinggo
(engrang), dan bermain hule (gasing), penulis langsung menjadikan
permainan-permainan tersebut sebagai alat dan media pembelajaran. Dari
permainan lompat tali misalnya, penulis bisa mengajarkan berbagai materi
pembelajaran. Mulai pelajaran penjaskes, materi pelajaran matematika:
pengolahan data, pengukuran, dan penggunaan meter, hingga materi pelajaran
sains yaitu wujud benda dan sumber daya alam. Termasuk Muatan pelajaran seni
dan penggunaan teknologi yaitu cara mengunakan teknologi ponsel dan mengambil
video dan gambar foto yang baik serta materi pelajaran tentang lingkungan dan
kesehatan yaitu tidak bermain di tempat yang berdebu. Sementara untuk muatan
pendidikan karakter dan penanaman nilai Pancasila yaitu memberikan pemahaman
cara pengamalan tentang disiplin,, taat pada peraturan yang telah disepakati,
tidak culas, menghargai orang lain, dan kebersamaan.
Contoh
kedua menghubungkan aktivitas siswa dan orang tuanya dengan materi pelajaran.
Saat mengunjungi siswa yang berada di kebun membantu orang tuanya, penulis
mengajarkan materi pelajaran yang ada hubungannya dengan kebun siswa. Muatan
pembelajarannya yaitu tentang luas, penjumlahan dan pengurangan,
perkembangbiakan tumbuhan, kegiatan ekonomi, pencegahan pengrusakan hutan, dan
perpindahan panas. Penanaman nilai-nilai Pancasila yang dapat diintegrasikan
yaitu: kepedulian, membantu dan menghargai orang tua, serta cinta tanah air,
dan kedaulatan bangsa.
Contoh
ketiga berbagi pengalaman antara guru dan siswa. Penulis menceritakan sekaligus
menunjukkan video perjalanan saat menuju ke sekolah. Cerita dan video yang
berisi perjuangan seorang teman guru yang putus rantai roda motornya menjadi
obyek pelajaran. Dari cerita dan video, penulis mengajarkan materi pelajaran
jarak, kecepatan, sifat-sifat benda, alat transportasi, manfaat dan keguanaan
sumber daya alam, serta materi pribahasa dan ungkapan. Muatan nilai-nilai pancasila
yang disisipkan yaitu: tolong menolong, menghormati keberagaman, persatuan, dan
cinta terhadap lingkungan.
Contoh
keempat memanfaatkan video atau film pendek berisi konten pendidikan karakter.
Saat berkunjung, guru sengaja membawa media pembelajaran gawai atau laptop
berisi video atau film pendek sebagai media pembelajaran. Dari konten yang
ditayangkan,, guru menghubungkan isi
tayangan dan amanat yang terkandung didalamnya dengan kondisi nyata di sekitar
siswa. Misalnya, membandingkan lingkungan tandus dan rusak yang ada dalam
tayangan dengan lingkungan sekitar siswa yang masih asri. Menunjukkan bagaimana
sikap toleransi antara umat beragama, saling menghargai antara suku, dan
beberapa sikap intoleran yang tidak boleh diteladani.
Asesemen
Pembelajaran dan Evaluasi Aktivitas Pembelajaran
Untuk
mengetahui keberhasilan setiap aktivitas pembelajaran dibutuhkan evaluasi yang
dilakukan oleh guru dan sekolah. Evaluasi yang dilakukan berupa penilaian
terhadap kemampuan siswa akan materi pembelajaran yang telah diajarkan dan
evaluasi terhadap proses atau aktivitas pembelajaran yang telah dilakukan guru.
Sama dengan pada masa normal, penilaian terhadap kemampuan siswa dilakukan
melalui asesmen formatif dan asesmen sumatif. Evaluasi terhadap proses atau
aktivitas pembelajaran dilakukan terhadap kepraktisan dan efektifitas
pembelajaran dinamis kontekstual berbasis STEAMEC.
Dalam
pembelajaran dinamis kontekstual, asesmen formatif dilakukan pada saat proses
pembelajaran atau akhir setiap satu kali pembelajaran. Asesmen formatif
dilakukan guru yang melakukan kunjungan terhadap semua siswa, tidak hanya pada siswa
perwaliannya saja. Untuk menunjang laporan penilaiannya, guru kunjung
diwajibkan membuat jurnal kunjungan yang nantinya akan diberikan kepada
masing-masing wali kelas atau guru kelas. Jurnal berisi tentang waktu dan
tempat pelaksanaan, siswa yang mengikuti, materi yang telah diberikan,
kompetensi yang telah dicapai, dan hal-hal lain yang terkait dengan proses
pembelajaran dalam sekali kunjungan. Sementara itu, Asesmen sumatif yang
dilakukan pada akhir kurun waktu pembajaran, dilaksanakan oleh guru kelas atau
wali kelas masing-masing. Selain hasil tes sumatif, guru kelas atau wali kelas
juga menggunakan hasil asesmen guru lain yang melakukan asesmen formatif
terhadap siswa perwaliannya.
Sebagai
strategi pembelajaran yang baru dikembangkan, pembelajaran dinamis kontekstual
sangat membutuhkan evaluasi terhadap keberhasilannya. Secara sederhana,
keberhasilan pembelajaran dinamis kontekstual dapat dilihat dari kepraktisan
dalam pelaksanaannya. Selain itu dapat pula dilihat dari efektifitasnya, diukur
dari sejauh mana keberhasilan siswa mencapai kompetensi yang diinginkan.
Berdasarkan penilaian penulis serta guru-gura dan kepala sekolah SD Negeri
Lalowata, pembelajaran dinamis kontekstual sangat praktis dan efektif
dilaksanakan pada masa pandemi Covid-19 ini, bila dibandingkan dengan startegi
pembelajaran lain. Terlebih pula dalam upaya menanamkan nilai-nilai Pancasila
dalam setiap pembelajaran, pembelajaran dinamis kontekstual sangat praktis dan
efektif digunakan.
Penutup
Tak
satupun strategi pembelajaran yang efektif dilaksanakan di semua kondisi
wilayah pada masa pandemi Covid-19. Satu strategi pembelajaran yang dianggap efektif
di wilayah tertentu, bisa saja kurang efektif di wilayah lain atau bahkan tidak
bisa diimplementasikan. Hal tersebut tidak terlepas dari kondisi bangsa
Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika. Perbedaan geografis, sosial,
ekonomi, dan fasilitas pembangunan yang dimiliki masyarakat menjadi daya dukung
keberhasilan pelaksanaan strategi pembelajaran tertentu. Masing-masing wilayah
memiliki keunikan tertentu sehingga harus menjadi pertimbangan pemilihan
strategi pembelajaran. Demikian pula yang telah dilakukan penulis dan guru-guru
SD Negeri Lalowata. Kondisi geografis dan keunikan sosial masyarakat menjadi
pertimbangan pemilihan strategi pembelajaran dinamis kontekstual dalam
pembelajaran masa Covid-19. Pembelajaran ini bersifat terbuka dan akomodatif sehingga
sangat sesuai dengan prinsip utama pembelajaran di masa Covid-19 yaitu tidak
membahayakan dan realistis seperti yang tertuang dalam Surat Edaran Mendikbud
Nomor 4 Tahun 2020.
Beberepa
poin penting dalam Surat Edaran Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020 yang sesuai dengan
pembelajaran dinamis kontekstual berbasis STEAMEC yaitu:
1.
Aktivitas
pembelajaran dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa.
2.
Guru tidak
dituntut menuntaskan seluruh capaian kurikulum dalam menentukan kelayakan siswa
naik kelas atau lulus.
3.
Dalam
melaksanakan pembelajaran, guru memberikan variasi dalam aktivitas proses
pembelajaran, pemberian tugas, dan pelaksanaan asesmen.
4.
Guru dan
sekolah mempertimbangkan kesenjangan akses atau fasilitas belajar yang dimiliki
siswa.
5.
Guru
memberikan umpan balik terhadap setiap bukti atau produk yang dihasilkan siswa
tanpa harus dalam bentuk skor/nilai.
6.
Memusatkan
materi pembelajaran yang erat hubungannya dengan kecakapan hidup antara lain
tentang pandemi Covid-19. Pada poin ini, penanaman nilai-nilai pancasila dan
pendidikan karakter sangat tepat diberikan.
Pada
pembelajaran dinamis kontekstual berbasis STEAMEC dibutuhkan kemauan (niat) dan
kemampuan guru dalam upaya menanamkan nilai-nilai Pancasila. Niat yang dimaksud
adalah komitmen guru untuk menyisipkan muatan nilai-nilai pancasila dalam
setiap menyampaikan mata pelajaran atau materi pembelajaran apapun. Niat harus
dibarengi dengan kemampuan guru dalam memilah muatan nilai-nilai Pancasila yang
sesuai dengan materi pembelajaran serta kondisi siswa dan lingkungan pendukung
saat pembelajaran. Termasuk memilih cara yang tepat agar proses penanaman
nilai-nilai Pancasila berjalan halus, tidak mencolok tetapi hasilnya efektif.
Niat dan kemampuan harus beriringan, tidak bisa berjalan sendiri. Niat tanpa
kemampuan akan sulit terwujud, demikian pula sebaliknya. Namun yang perlu
didahulukan adalah niat sebab kemampuan biasanya akan hadir dengan sendirinya
setelah niat untuk menanamkan nilai-nilai pancasila telah lahir kemudian
dilakukan.
Daftar
pustaka
Surat
edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Pencegahan
Corona Virus Disease (Covid-19) Pada SatuanPendidikan
Surat
edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan
Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease
(Covid-19)
Hank. 2019. Laporan Shortcourse Guru
Berprestasi di Belanda Tahun 2019.
Tim GTK Dikdas, 2020. Pembelajaran Jarak Jauh
Selama Masa Pandemi http://pgdikdas.kemdikbud.go.id/read-news/pembelajaran-jarak-jauh-selama-masa-pandemi (Diakses tanggal 20 September 2020)